Jepang adalah negara yang kaya akan sejarah, dan bagian yang menarik dari perjalanan ini melibatkan monarkinya, yang terdiri dari urutan panjang kaisar. Selama berabad-abad, ratusan kaisar memerintah bangsa ini, masing-masing meninggalkan jejaknya di berbagai periode sejarah. Salah satu yang paling menonjol adalah Periode Edo, tetapi di Era Modern, terdapat empat kaisar, termasuk Akihito. Di antara kaisar-kaisar era ini, Taishō sangat diingat karena masa pemerintahannya yang menandai transisi signifikan di Jepang, baik secara politik maupun budaya.
Era Taishō, yang dinamai setelah Kaisar Taishō (Yoshihito), dikenang sebagai zaman krisis, perang, dan transformasi yang mendalam. Selama periode ini, Jepang meninggalkan sistem feodal dan mulai mengalami pemikiran yang lebih modern, meskipun juga menghadapi kesulitan ekonomi dan politik.

Indeks Konten
Arti Nama Póstumo di Jepang
Nama pasca untuk nama adalah konsep penting dalam budaya Jepang dan secara langsung terkait dengan kaisar. Secara harfiah diterjemahkan sebagai "setelah kematian", ini adalah gelar kehormatan yang diberikan kepada monarch, bangsawan, dan, dalam beberapa kasus, tokoh terkemuka lainnya. Di Jepang, nama pasca mencerminkan nama era atau periode di mana kaisar memerintah.
Perbedaan Antara Nama Póstumo dan Nama Era
Seringkali, nama pasca meninggal dunia disamakan dengan nama era, tetapi ada perbedaan. Nama era mengacu pada tahun tertentu dari pemerintahan seorang kaisar, sementara pasca meninggal dunia adalah cara untuk menghormati raja setelah kematiannya. Ada juga “kaimyo”, praktik Buddhis yang memiliki tujuan serupa, tetapi umumnya digunakan selama kehidupan individu tersebut.
Penggunaan dan Pentingnya Budaya
Selain para kaisar, di beberapa budaya dan situasi tertentu, nama anumerta juga dapat diberikan kepada pejabat tinggi. Di Jepang, ini adalah simbol penghormatan, yang tertanam dalam tradisi yang menghargai ingatan dan warisan yang ditinggalkan oleh para pemimpin.

天皇大正: 生活と遺産
Taishō天皇, yang nama lahirnya adalah Yoshihito (嘉仁), lahir di Istana Aoyama di Tokyo pada 31 Agustus 1879. Dia adalah anak kelima dari Kaisar Meiji dan Yanagiwara Naruko, seorang pendamping wanita. Meskipun Yoshihito selamat dari masa kanak-kanaknya, yang jarang terjadi di antara saudara-saudaranya, dia menghadapi masalah kesehatan sepanjang hidupnya, yang mempengaruhi pemerintahannya.
Kehidupan Anak dan Tantangan Kesehatan
Yoshihito mengalami meningitis beberapa minggu setelah kelahirannya, yang berdampak pada kesehatan fisik dan mentalnya. Ada juga desas-desus bahwa dia mungkin menjadi korban keracunan timbal, yang berasal dari riasan pengasuhnya. Kondisi kesehatannya membutuhkan ritme pembelajaran yang lebih lambat, meskipun dengan guru-guru terkenal, seperti Nakayama Tadayasu, pendidik ayahnya.
Kenaikan dan Keluarga
Dinyatakan sebagai pewaris takhta pada 31 Agustus 1887, Yoshihito menikah dengan Kujō Sadako (Calon Permaisuri Teimei) pada tahun 1900. Pernikahan yang diatur oleh ayahnya ini bertujuan untuk menemukan seorang istri yang dapat melengkapi Yoshihito, terutama mengingat keterbatasannya. Pasangan ini memiliki empat anak, tetapi salah satunya meninggal saat melahirkan.
Reino dan Tantangan
Ketika naik takhta pada tahun 1912, Kaisar Taishō menghadapi dunia yang sedang bergolak. Pemerintahannya bertepatan dengan Perang Dunia Pertama, dan meskipun Jepang menentang Jerman, konflik tersebut tidak membawa gangguan besar ke wilayah Jepang. Jepang memanfaatkan situasi itu untuk menaklukkan wilayah dan mengajukan tuntutan kepada Tiongkok. Namun, ketidakstabilan ekonomi yang mengikuti akhirnya berdampak pada negara tersebut.

Periode Taishō: Kemajuan dan Krisis
Periode Taishō, yang berlangsung dari 1912 hingga 1926, ditandai oleh perubahan dan tantangan besar, baik di dalam maupun di luar negeri. Meskipun dimulai dengan janji pertumbuhan, era ini segera dihantam oleh kemunduran ekonomi dan bencana alam.
Pertumbuhan Sementara dan Kemunduran
Durante Perang Dunia Pertama, Jepang berhasil memonopoli pasar Asia karena melemahnya Eropa. Terjadi lonjakan dalam produksi barang-barang terindustrialisasi, seperti produk kimia, obat-obatan, dan barang tekstil. Namun, dengan kembalinya Eropa ke stabilitas, Jepang dengan cepat kehilangan dominasi komersialnya, dan situasi ekonomi semakin memburuk dengan Terjadi Gempa Bumi Besar Kanto pada tahun 1923.
Perubahan Sosial dan Politik
Pengaruh Barat membawa perubahan demokratis sementara, seperti peningkatan partisipasi perempuan dalam masyarakat dan kemajuan demokratis. Namun, reformasi ini tidak bertahan lama. Akhir Periode Taishō ditandai oleh kebangkitan militarisme dan ideologi nacionalis, yang membuka jalan menuju Perang Dunia Kedua.
Warisan dan Pengaruh Barat
Kaisar Taishō dikenal karena menyisipkan kata-kata asing dalam pidatonya, sesuatu yang sangat mengganggu ayahnya, Meiji. Ia menonjol dalam kegiatan seperti berkuda, tetapi kurang memiliki keterampilan intelektual yang superior. Secara kebetulan, ia tinggal sepanjang hidupnya dekat Tokyo, sesuatu yang tidak biasa bagi para kaisar pada masa itu. Kematianya, pada tahun 1926, disebabkan oleh pneumonia, mengakhiri sebuah era yang ditandai baik oleh pertumbuhan maupun penurunan.
Keunikan dan Dampak yang Bertahan Lama
- Pada tahun 1921, karena kesehatannya yang memburuk, Taishō menyerahkan kekuasaan kepada putranya, Hirohito.
- Jepang bersiap untuk menjadi kekuatan dunia, dan pada tahun 1918, negara tersebut berpartisipasi dalam Konferensi Perdamaian Versailles.
- Selama periode ini, bank-bank besar Jepang didirikan dan ada pertumbuhan industri yang signifikan.
- Akhir Periode Taishō melihat kebangkitan ide-ide nasionalis dan perubahan budaya yang membentuk dasar bagi tantangan dekade berikutnya.
Periode Taishō adalah contoh bagaimana transisi politik dan sosial dapat membentuk identitas sebuah negara, mempengaruhi peristiwa-peristiwa di masa depan yang akan bergema sepanjang abad ke-20.